Ucapan Tahun Baru 2012


Beberapa Ucapan Tahun Baru 2012 :

Ucapan Tahun Baru 2012 1 :
Tahun ini ‘kan berlalu,
Laksana anak panah terlepas dari busurnya.
Fajar baru di tahun yang akan datang,
Semoga menjadi lembaran baru yang lebih baik.
Selamat tahun baru 2012
Semoga lebih maju dan sukses..
===================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 2 :
Makan tomat bareng kangguru
Ada Ikan beku di peti es
SELAMAT TAHUN BARU!
Semoga selalu sukses
====================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 3 :
sandarkan hatimu saat malam menghampiri…pejamkan mata saat istana mimpi terbuka untukmu… teduhkan hati saat rembulan tersenyum untukmu… buka mata saat mentari mulai menyapa dan jalani tahun baru dengan penuh harapan… happy new year…
====================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 4 :
Ga terasa, bentar lagi ningalkan 2011…
baik dan buruk tlah dilewati..
berharap yg terbaik ja di taun yang baru nnti.. amin..
====================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 5 :
Hidup ini cuman sebentar.. sebentar kita banyak duit.. sebentar kita bokek… sebentar kita senang..sebentar kita sedih…sebentar kita ketawa.. sebentar kita nangis… eh.. sebentar lagi tahun baru nih… hepi new year yeah…
====================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 6 :
Yesterday is memory. Today is a gift. TOmmorow is a Hope. Let’s begin New Year 2011 with faith, love, peace and new hope.
====================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 7 :
Tiada kata yang seindah lantunan syair.
Tiada mutiara yang secantik bidadari.
Tapi hari ini melebihi dari hari sebelumnya, karena tak lama lagi kita akan melewati detik pergantian yang banyak di tunggu jutaan manusia di dunia.
Hanya satu yang dapat aku lakukan dan berkata
====================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 8 :
Dengan berjalannya waktu, setiap pengalaman dalam hidup adalah pelajaran, tapi cinta & peduli akan selalu menjadi kekuatan dalam bertahan hidup. Selamat Tahun Baru 2012.
====================================================
Ucapan Tahun Baru 2012 9 :
Serpihan malam bulan separuh,
Jelang hari baru pertanda tiba.
Kembang api membuncah ke angkasa sambut tahun muda 2012.
Selamat tahun baru 2012.
Semoga lebih baik dibanding tahun sebelumnya.
Itulah beberapa kata terindah yang bisa anda kirimkan pada malam tahun baru. Kumpulan kata-kata ini saya kumpulkan dari berbagai blog. Itulah berbagai macam koleksi ucapan selamat tahun baru dari saya. Ucapan tahun baru ini saya persembahkan untuk anda.


0 komentar:

Cerita Nasihat

Konon, Ada Seekor monyet sedang berada di pucuk pohon kelapa.
Dan dia tidak sadar sedang di perhatikan oleh tiga macam angin yaitu Angin Topan, Angin Tornado dan Angin Bahorok.

Tiga angin itu rupanya sedang membicarakan siapa yang paling cepat bisa menjatuhkan si monyet dari pohon kelapa.

Angin Topan berkata, "Saya hanya perlu waktu 45 detik"
Angin Tornado nggak mau kalah dan berkata, "Kalau saya hanya 30 detik"
Angin Bahorok tersenyum dan berkata, "15 detik juga akan jatuh monyet itu olehku"

Akhirnya satu persatu, ketiga angin itu maju.

Angin TOPAN yang pertama memulai aksinya,

DesZzzyyiiirrrr..CERITA dan DERITA Aneh (RKJ) Rakyat Kecil Jelata

dia meniup sekencang-kencangnya, Wuuussshhhh…
Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung memegang batang pohon kelapa, Lalu Dia pegang sekuat-kuatnya. Beberapa menit lewatlah sudah, si monyet pun tidak terjatuh. Angin Topan pun menyerah.

Giliran Angin TORNADO.

Wuuusss… Wuuusss…ahhhhhh....
Dia meniup sekencang-kencangnya. Tetapi monyet itu tidak terjatuh juga.
Angin Tornado juga menyerah.

Terakhir, Angin BAHOROK. Lebih kenceng lagi dia meniup.
Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss… bruak ...glontang ...blukutuk blukutuk...
Si monyet malah makin kencang pegangannya, dan tidak terjatuh ke tanah.

Ketiga angin gede itu akhirnya mengakui, si monyet memang jagoan, tangguh dan daya tahannya luar biasa.

Tidak lama kemudian, datanglah angin Sepoi-Sepoi.
Dia bilang mau ikutan menjatuhkan si monyet dari pohon.

Namun Keinginan îtϋ malah di tertawakan oleh tiga angin lainnya. Tiga angin besar aja tidak bisa menjatuhkan monyet tersebut, apalagi yang sekecil ini anginnya.

Tanpa banyak bicara, angin SEPOI-SEPOI langsung niup ubun-ubun si monyet. Psssss…Pssss...!!!
Enak banget.... Adem… Seger… Riyep-riyep matanya si monyet. Tidak lama kemudian tertidurlah monyet itu dan melepas pegangannya.

Akhirnya, monyet itu terjatuh ke tanah.(Gubrak...)

Pesan Cerita :

Ketika kita di uji dengan KESUSAHAN…
Di coba dengan penderitaan…
Di dera malapetaka...
Kita kuat bahkan lebih kuat dari sebelumnya seperti kata romy rafael si master hipnotis...

Tapi jika begitu kita diuji dengan KENIKMATAN... KESENANGAN... KELIMPAHAN...
Maka Di sinilah kejatuhan itu terjadi.

Jadi, jangan sampai kita terlena...
Tetap rendah hati dan mawas diri, ingat kita hanya hidup sementara di dunia ini.
Dan jadilah manusia yang bijak dan tetap bersyukur. http://static.ak.fbcdn.net/images/blank.gif

0 komentar:

BIOGRAFI

Pengertian dari Manajemen Informatika



Manajemen informatika adalah pemanfaatan sumber daya secara efektif dibidang informasi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan
Manajemen adalah Penggunaan Sumber Daya yang Efektif untuk mencapai Sasaran.
Informatika adalah Hal-hal yang berkaitan dengan informasi atau Usaha dibidang Informasi.
Jadi Manajemen Informatika adalah Penggunaan Sumber Daya dalam bidang Informasi Untuk mencapai Sasaran.

Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal; dalam berbagai bidang seperti industri, pendidikan, kesehatan, bisnis, finansial dan sebagainya. Dengan kata lain efektif menyangkut tujuan dan efisien menyangkut cara dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut.
Ilmu manajemen merupakan suatu kumpulan pengetahuanyang disistemisasi, dikumpulkan dan diterima kebenarannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya metode ilmiah yang dapat digunakan dalam setiap penyelesaian masalah dalam manajemen. Namun selain itu, beberapa ahli seperti Follet menganggap manajemen adalah sebuah seni. Hal ini disebabkan oleh kepemimpinan memerlukan kharisma, stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran, kemampuan menjalin hubungan antaramanusia yang semuanya itu banyak ditentukan oleh bakat seseorang dan sulit dipelajari.
Informatika (Inggris: Informatics) mencakup beberapa macam bidang, termasuk di dalamnya: ilmu komputerilmu informasi, sistem informasi, teknik komputer dan aplikasi informasi dalam sistem informasi manajemen. Secara umum informatika mempelajari struktur, sifat, dan interaksi dari beberapa sistem yang dipakai untuk mengumpulkan data, memproses dan menyimpan hasil pemrosesan data, serta menampilkannya dalam bentuk informasi. Aspek dari informatika lebih luas dari sekedar sistem informasi berbasis komputer saja, tetapi masih banyak informasi yang tidak dan belum diproses dengan komputer.
Informatika mempunyai konsep dasar, teori, dan perkembangan aplikasi tersendiri. Informatika dapat mendukung dan berkaitan dengan aspek kognitif dan sosial, termasuk tentang pengaruh serta akibat sosial dari teknologi informasi pada umumnya. Penggunaan informasi dalam beberapa macam bidang, seperti bioinformatika,informatika medis, dan informasi yang mendukung ilmu perpustakaan, merupakan beberapa contoh yang lain dari bidang informatika.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas, informatika meliputi beberapa aspek:
teori informasi yang mempelajari konsep matematis dari suatu informasi
ilmu informasi yang mempelajari tentang cara pengumpulan, klasifikasi, manipulasi penyimpanan, pengaksesan, dan penyebarluasan informasi untuk keperluan sosial dan kemasyarakatan secara menyeluruhilmu komputer danteknik komputer yang mempelajari tentang pemrosesan, pengarsipan, dan penyebaran informasi dengan menggunakan teknologi informasi dan alat lain yang berbasis komputer

0 komentar:

INTERNET

Pengertian Internet secara ilmiah adalah sumber informasi dan sumber daya komputer yang menjangkau seluruh dunia. Internet berasal dari kata Interconnection Neetworking. Inter kependekan dari International, Connection berarti hubungan, Networking adalah jaringan. Dengan kata lain internet dapat juga didefinisikan sebagai jaringan yang terdiri dari berbagai macam dan jenis komputer di seluruh dunia dan saling berkomunikasi dengan berbasiskan suatu protocol yang dinamakan TCP/IP ( Transmission Control Protocol / Internet Protokol ). Sehingga setiap pemakai yang komputernya terhubung ke internet dapat saling mengakses layanan yang disediakan oleh komputer lain, dalam bentuk pertukaran data lateral, citra ataupun suara yang dapat dilakukan secara langsung dan dalam dua arah. Istilah lain untuk Internet adalah Dunia Maya ata Cyberspace.

Berkembangnya internet sampai seperti sekarang ini diawali dari suatu proyek yang disponsori oleh DARPA ( Defense of Advanced Research Project Agency ) pada tahun 1969 yang dinamakan ARPAnet (Advanced Research Projects Agency Network). ARPAnet merupakan proyek penelitian yang dirancang untuk menemukan teknologi sistem komunikasi data yang handal, untuk menghubungkan tempat-tempat strategis diwilayah Amerika Serikat. Teknologi sistem komunikasi yang digunakan saat itu adalah TCP/IP.

Pada perkembangan berikutnya teknologi ini dilanjutkan pada jaringan NSFnet ( National Science Fondation Network ) yang dikelola oleh NSF dengan menggunakan saluran telepon sebagai sarana transmisi. Karena biaya terlalu tinggi , NSF membuat alternatif dengan menghubungkan sistem komputernya ke jaringan lokal (jaringan lan) dan dari jaringan lokal di teruskan kejaringan lain. Alternatif ini berhasil sehingga di kembangkan lebih lanjut oleh Merit Network Inc.jaringan yang ada saat itu masih terbatas pada lingkungan akademi. Lembaga penelitian dan instansi pemerintah di Amerika Serikat. Baru pada awal tahun 90-an jaringan komputer ini mulai diperluas ke mancanegara dan mendapat tanggapan yang sangat memuaskan dari pemakainya dan jumlahnya terus meningkat dengan didukung jaringan-jaringan komersial seperti America Online, Prodigy, Compuserve, Delphi dll.
Pengertian-Internet

Saat ini internet telah menjadi jaringan komputer terbesar didunia, bahkan tidak hanya komputer, gadget seperti handphone atau tablet pun sekarang termasuk dalam jaringan internet. Internet tidak lagi digunakan sebagai penelitian, melainkan sudah berubah fungsinya menjadi sistem informasi global yang menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia didunia

Untuk dapat beraktifitas diinternet di perlukan sarana seperti program aplikasi untuk mengakses layanan yang di sediakan. Terdapat beberapa layanan yang ada dinternet seperti World Wide Web, Usenet, Email, TRansfer file, Telnet dll. Dan untuk mengakses layanan tersebut kita harus bekerja dengan komputer yang terkoneksi ke internet.

Pada jaman sekarang ini untuk menghubungkan komputer ke internet cukup mudah sekali, hanya cukup menggunakan modem yang berbasis jaringan seluler GSM atau CDMA, atau bisa juga menggunakan modem yang berbasis telepon kabel ( contoh : speedy ).

Semoga tulisan Pengertian Internet di blog artikel komputer ini bermanfaat untuk anda yang belum mengerti internet. Baca juga postingan Pengertian WWW.

0 komentar:

ISRA' dan MI'RAJ

Makna Isra' dan Mi'raj

Perjalanan Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Bayt Al-Maqdis, kemudian naik ke Sidrat Al-Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu sangat singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Quran disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa 'ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang.
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini, dapat terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad saw. tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.
Memang, pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar AlShiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya: "Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya." Oleh sebab itu, uraian ini berusaha untuk memahami peristiwa tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh Al-Quran.
Salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan Al-Quran adalah masa depan ruhani manusia demi mewujudkan keutuhannya. Uraian Al-Quran tentang Isra' dan Mi'raj merupakan salah satu cara pembuatan skema ruhani tersebut. Hal ini terbukti jelas melalui pengamatan terhadap sistematika dan kandungan Al-Quran, baik dalam bagian-bagiannya yang terbesar maupun dalam ayat-ayatnya yang terinci.
Tujuh bagian pertama Al-Quran membahas pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi-pribadi yang secara kolektif membentuk umat.
Dalam bagian kedelapan sampai keempat belas, Al-Quran menekankan pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan masyarakat dan konsolidasinya. Tema bagian kelima belas mencapai klimaksnya dan tergambar pada pribadi yang telah mencapai tingkat tertinggi dari manusia seutuhnya, yakni al-insan al-kamil. Dan karena itu, peristiwa Isra' dan Mi'raj merupakan awal bagian ini, dan berkelanjutan hingga bagian kedua puluh satu, di mana kisah para rasul diuraikan dari sisi pandangan tersebut. Kemudian, masalah perkembangan ruhani manusia secara orang per orang diuraikan lebih lanjut sampai bagian ketiga puluh, dengan penjelasan tentang hubungan perkembangan tersebut dengan kehidupan masyarakat secara timbal-balik.
Kemudian, kalau kita melihat cakupan lebih kecil, maka ilmuwan-ilmuwan Al-Quran, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan pelbagai disiplin ilmu, menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki pendahuluan yang mengantar atau menyebabkannya. Imam Al-Suyuthi berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Quran adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya.204 Sedangkan inti uraian satu surat dipahami dari nama surat tersebut, seperti dikatakan oleh Al-Biqai'i.205 Dengan demikian, maka pengantar uraian peristiwa Isra' adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti lebah.
Mengapa lebah? Karena makhluk ini memiliki banyak keajaiban. Keajaibannya itu bukan hanya terlihat pada jenisnya, yang jantan dan betina, tetapi juga jenis yang bukan jantan dan bukan betina. Keajaibannya juga tidak hanya terlihat pada sarang-sarangnya yang tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau bakteri menyusup ke dalamnya, juga tidak hanya terletak pada khasiat madu yang dihasilkannya, yang menjadi makanan dan obat bagi sekian banyak penyakit. Keajaiban lebah mencakup itu semua, dan mencakup pula sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu". Lebah yang berstatus ratu ini pun memiliki keajaiban dan keistimewaan. Misalnya, bahwa sang ratu ini, karena rasa "malu" yang dimiliki dan dipeliharanya, telah menjadikannya enggan untuk mengadakan hubungan seksual dengan salah satu anggota masyarakatnya yang jumlahnya dapat mencapai sekitar tiga puluh ribu ekor. Di samping itu, keajaiban lebah juga tampak pada bentuk bahasa dan cara mereka berkomunikasi, yang dalam hal ini telah dipelajari secara mendalam oleh seorang ilmuwan Austria, Karl Van Fritch.
Lebah dipilih Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaan-Nya agar menjadi pengantar keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj. Lebah juga dipilih sebagai pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya. Karena manusia seutuhnya, manusia mukmin, menurut Rasul, adalah "bagaikan lebah, tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu."
Dalam cakupan yang lebih kecil lagi, kita melontarkan pandangan kepada ayat pertama surat pengantar tersebut. Di sini Allah berfirman: Telah datang ketetapan Allah (Hari Kiamat). Oleh sebab itu janganlah kamu meminta agar disegerakan datangnya.
Dunia belum kiamat, mengapa Allah mengatakan kiamat telah datang? Al-Quran menyatakan "telah datang ketetapan Allah," mengapa dinyatakan-Nya juga "jangan meminta agar disegerakan datangnya"? Ini untuk memberi isyarat sekaligus pengantar bahwa Tuhan tidak mengenal waktu untuk mewujudkan sesuatu. Hari ini, esok, juga kemarin, adalah perhitungan manusia, perhitungan makhluk. Tuhan sama sekali tidak terikat kepadanya, sebab adalah Dia yang menguasai masa. Karenanya Dia tidak membutuhkan batasan untuk mewujudkan sesuatu. Dan hal ini ditegaskan-Nya dalam surat pengantar ini dengan kalimat: Maka perkataan Kami kepada sesuatu, apabila Kami menghendakinya, Kami hanya menyatakan kepadanya "kun" (jadilah), maka jadilah ia (QS 16:40).
Di sini terdapat dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, kenyataan ilmiah menunjukkan bahwa setiap sistem gerak mempunyai perhitungan waktu yang berbeda dengan sistem gerak yang lain. Benda padat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan suara. Suara pun membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan cahaya. Hal ini mengantarkan para ilmuwan, filosof, dan agamawan untuk berkesimpulan bahwa, pada akhirnya, ada sesuatu yang tidak membutuhkan waktu untuk mencapai sasaran apa pun yang dikehendaki-Nya. Sesuatu itulah yang kita namakan Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa.
Kedua, segala sesuatu, menurut ilmuwan, juga menurut Al-Quran, mempunyai sebab-sebab. Tetapi, apakah sebab-sebab tersebut yang mewujudkan sesuatu itu? Menurut ilmuwan, tidak. Demikian juga menurut Al-Quran. Apa yang diketahui oleh ilmuwan secara pasti hanyalah sebab yang mendahului atau berbarengan dengan terjadinya sesuatu. Bila dinyatakan bahwa sebab itulah yang mewujudkan dan menciptakan sesuatu, muncul sederet keberatan ilmiah dan filosofis.
Bahwa sebab mendahului sesuatu, itu benar. Namun kedahuluan ini tidaklah dapat dijadikan dasar bahwa ialah yang mewujudkannya. "Cahaya yang terlihat sebelum terdengar suatu dentuman meriam bukanlah penyebab suara tersebut dan bukan pula penyebab telontarnya peluru," kata David Hume. "Ayam yang selalu berkokok sebelum terbit fajar bukanlah penyebab terbitnya fajar," kata Al-Ghazali jauh sebelum David Hume lahir. "Bergeraknya sesuatu dari A ke B, kemudian dari B ke C, dan dari C ke D, tidaklah dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa pergerakannya dari B ke C adalah akibat pergerakannya dari A ke B," demikian kata Isaac Newton, sang penemu gaya gravitasi.
Kalau demikian, apa yang dinamakan hukum-hukum alam tiada lain kecuali "a summary o f statistical averages" (ikhtisar dari rerata statistik). Sehingga, sebagaimana dinyatakan oleh Pierce, ahli ilmu alam, apa yang kita namakan "kebetulan" dewasa ini, adalah mungkin merupakan suatu proses terjadinya suatu kebiasaan atau hukum alam. Bahkan Einstein, lebih tegas lagi, menyatakan bahwa semua apa yang terjadi diwujudkan oleh "superior reasoning power" (kekuatan nalar yang superior). Atau, menurut bahasa Al-Quran, "Al-'Aziz Al-'Alim", Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Inilah yang ditegaskan oleh Tuhan dalam surat pengantar peristiwa Isra' dan Mi'raj itu dengan firman-Nya: Kepada Allah saja tunduk segala apa yang di langit dan di bumi, termasuk binatang-binatang melata, juga malaikat, sedangkan mereka tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan mereka melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka) (QS 16:49-50).
Pengantar berikutnya yang Tuhan berikan adalah: Janganlah meminta untuk tergesa-gesa. Sayangnya, manusia bertabiat tergesa-gesa, seperti ditegaskan Tuhan ketika menceritakan peristiwa Isra' ini, Adalah manusia bertabiat tergesa-gesa (QS 17:11). Ketergesa-gesaan inilah yang antara lain menjadikannya tidak dapat membedakan antara: (a) yang mustahil menurut akal dengan yang mustahil menurut kebiasaan, (b) yang bertentangan dengan akal dengan yang tidak atau belum dimengerti oleh akal, dan (c) yang rasional dan irasional dengan yang suprarasional.
Dari segi lain, dalam kumpulan ayat-ayat yang mengantarkan uraian Al-Quran tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, dalam surat Isra' sendiri, berulang kali ditegaskan tentang keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut. Simaklah ayat-ayat berikut: Dia (Allah) menciptakan apa-apa (makhluk) yang kamu tidak mengetahuinya (QS 16:8);Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS 16:74); dan Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit (QS 17:85); dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya: Dan janganlah kamu mengambil satu sikap (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang hal tersebut; karena sesungguhnya pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban (QS 17:36).
Apa yang ditegaskan oleh Al-Quran tentang keterbatasan pengetahuan manusia ini diakui oleh para ilmuwan pada abad ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: "Fisika abad ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak pun. Sedangkan fisika abad ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut materi sekalipun." Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa "pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia."
Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak sampai pada pemahaman secara ilmiah atas peristiwa Isra' dan Mi'raj ini; kalau betul demikian adanya dan sampai saat ini masih juga demikian, maka tentunya usaha atau tuntutan untuk membuktikannya secara "ilmiah" menjadi tidak ilmiah lagi. Ini tampak semakin jelas jika diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan adalah trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap tempat dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, peristiwa Isra' dan Mi'raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak dapat dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.
Itulah sebabnya mengapa Kierkegaard, tokoh eksistensialisme, menyatakan: "Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, tetapi karena ia tidak tahu." Dan itu pula sebabnya, mengapa Immanuel Kant berkata: "Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya." Dan itu pulalah sebabnya mengapa "oleh-oleh" yang dibawa Rasul dari perjalanan Isra' dan Mi'raj ini adalah kewajiban shalat; sebab shalat merupakan sarana terpenting guna menyucikan jiwa dan memelihara ruhani.
Kita percaya kepada Isra' dan Mi'raj, karena tiada perbedaan antara peristiwa yang terjadi sekali dan peristiwa yang terjadi berulang kali selama semua itu diciptakan serta berada di bawah kekuasaan dan pengaturan Tuhan Yang Mahaesa.
Sebelum Al-Quran mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa ini, dan sebelum diungkapnya peristiwa ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula sikap yang harus diambilnya. Allah berfirman: Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipudayakan. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS 16:127-128). Inilah pengantar Al-Quran yang disampaikan sebelum diceritakannya peristiwa Isra' dan Mi'raj.
Agaknya, yang lebih wajar untuk dipertanyakan bukannya bagaimana Isra' dan Mi 'raj terjadi, tetapi mengapa Isra' dan Mi 'raj.
Seperti yang telah dikemukakan pada awal uraian, Al-Quran, pada bagian kedelapan sampai bagian kelima belas, menguraikan dan menekankan pentingnya pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta konsolidasinya. Ini mencapai klimaksnya pada bagian kelima belas atau surat ketujuh belas, yang tergambar pada pribadi hamba Allah yang di-isra'-kan ini, yaitu Muhammad saw., serta nilai-nilai yang diterapkannya dalam masyarakat beliau. Karena itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan peristiwa ini (dalam surat Al-Isra'), ditemukan sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.
Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu (pada ayat 78). Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, karena shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya. Shalat dibutuhkan oleh pikiran dan akal manusia, karena ia merupakan pengejawantahan dari hubungannya dengan Tuhan, hubungan yang menggambarkan pengetahuannya tentang tata kerja alam raya ini, yang berjalan di bawah satu kesatuan sistem. Shalat juga menggambarkan tata inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang Mahadahsyat dan Maha Mengetahui, Tuhan Yang Mahaesa. Dan bila demikian, maka tidaklah keliru bila dikatakan bahwa semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam raya ini, akan semakin tekun dan khusyuk pula ia melaksanakan shalatnya.
Shalat juga merupakan kebutuhan jiwa. Karena, tidak seorang pun dalam perjalanan hidupnya yang tidak pernah mengharap atau merasa cemas. Hingga, pada akhirnya, sadar atau tidak, ia menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Dia Yang Mahakuasa. Dan tentunya merupakan tanda kebejatan akhlak dan kerendahan moral, apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Tuhan hanya pada saat dirinya didesak oleh kebutuhannya.
Shalat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena shalat, dalam pengertiannya yang luas, merupakan dasar-dasar pembangunan. Orang Romawi Kuno mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang hingga kini tetap mengagumkan para ahli, juga karena adanya dorongan tersebut. Karena itu, Alexis Carrel menyatakan: "Apabila pengabdian, shalat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, maka hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut." Dan, untuk diingat, Alexis Carrel bukanlah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan agama. Ia adalah seorang dokter yang telah dua kali menerima hadiah Nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja serta pencangkokannya. Dan, menurut Larouse Dictionary, Alexis Carrel dinyatakan sebagai satu pribadi yang pemikiran-pemikirannya secara mendasar akan berpengaruh pada penghujung abad XX ini.
Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan Al-Quran yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' dalam surat Al-Nahl ayat 26. Di situ digambarkan pembangkangan satu kelompok masyarakat terhadap petunjuk Tuhan dan nasib mereka menurut ayat tersebut: Allah menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari fondasinya, lalu atap bangunan itu menimpa mereka dari atas; dan datanglah siksaan kepada mereka dari arah yang mereka tidak duga (QS 16:26).
Kedua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa Isra' dan Mi'raj, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur, antara lain adalah: Jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mereka menaati Allah untuk hidup dalam kesederhanaan), tetapi mereka durhaka; maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadap mereka ketetapan Kami dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (QS 17:16).
Ditekankan dalam surat ini bahwa "Sesungguhnya orang yang hidup berlebihan adalah saudara-saudara setan" (QS 17:27).
Dan karenanya, hendaklah setiap orang hidup dalam kesederhanaan dan keseimbangan: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu (pada lehermu dan sebaliknya), jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, agar kamu tidak menjadi tercela dan menyesal (QS 17:29).
Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang ibadah. Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di surat Al-Isra' ini juga, yakni yang berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan shalat: Janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah di antara keduanya (QS 17: 110).
Jalan tengah di antara keduanya ini berguna untuk dapat mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan. Di saat yang sama, shalat yang dilaksanakan dengan "jalan tengah" itu tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan, baik gangguan tersebut kepada saudara sesama Muslim atau non-Muslim, yang mungkin sedang belajar, berzikir, atau mungkin sedang sakit, ataupun bayi-bayi yang sedang tidur nyenyak. Mengapa demikian? Karena, dalam kandungan ayat yang menceritakan peristiwa ini, Tuhan menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya. Dengan demikian, masing-masing orang dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain. Ini sesuai dengan firman Allah:
Katakanlah wahai Muhammad, "Hendaklah tiap-tiap orang berkarya menurut bidang dan kemampuannya masing-masing." Tuhan lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS 17:84).
Akhirnya, sebelum uraian ini disudahi, ada baiknya dibacakan ayat terakhir dalam surat yang menceritakan peristiwa Isra' dan Mi'raj ini: Katakanlah wahai Muhammad: "Percayalah kamu atau tidak usah percaya (keduanya sama bagi Tuhan)." Tetapi sesungguhnya mereka yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila disampaikan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka mereka, sambil bersujud (QS 17: 107).
Itulah sebagian kecil dari petunjuk dan kesan yang dapat kami pahami, masing-masing dari surat pengantar uraian peristiwa Isra ; yakni surat Al-Nahl, dan surat Al-Isra' sendiri. Khusus dalam pemahaman tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, semoga kita mampu menangkap gejala dan menyuarakan keyakinan tentang adanya ruh intelektualitas Yang Mahaagung, Tuhan Yang Mahaesa di alam semesta ini, serta mampu merumuskan kebutuhan umat manusia untuk memujaNya sekaligus mengabdi kepada-Nya.

0 komentar:

HAJI

HAJI
 
Oleh M. Quraish Shihab
 
Memahami  makna  ibadah  haji,  membutuhkan  pemahaman  secara
khusus    sejarah   Nabi   Ibrahim   dan   ajarannya,   karena
praktek-praktek   ritual   ibadah   ini    dikaitkan    dengan
pengalaman-pengalaman  yang  dialami  Nabi Ibrahim as. bersama
keluarga beliau.  Ibrahim  as.  dikenal  sebagai  "Bapak  para
Nabi",  juga  "Bapak monotheisme," serta "proklamator keadilan
Ilahi" kepada beliaulah merujuk  agama-agama  samawi  terbesar
selama ini.
 
Para  ilmuwan  seringkali  berbicara tentang penemuan-penemuan
manusia yang mempengaruhi atau bahkan merubah jalannya sejarah
kemanusiaan. Tapi seperti tulis al-Akkad,
 
"Penemuan  yang  dikaitkan  dengan  Nabi Ibrahim as. merupakan
penemuan manusia yang terbesar dan yang  tak  dapat  diabaikan
para  ilmuwan atau sejarawan, ia tak dapat dibandingkan dengan
penemuan roda, api, listrik, atau rahasia-rahasia atom  betapa
pun besarnya pengaruh penemuan-penemuan tersebut, ... yang itu
dikuasai manusia, sedangkan penemuan  Ibrahim  menguasai  jiwa
dan  raga  manusia.  Penemuan  Ibrahim menjadikan manusia yang
tadinya tunduk pada alam, menjadi mampu menguasai alam,  serta
menilai  baik  buruknya, penemuan yang itu dapat menjadikannya
berlaku  sewenang-wenang,  tapi  kesewenang-wenangan  ini  tak
mungkin  dilakukannya  selama  penemuan  Ibrahim as. itu tetap
menghiasi jiwanya ... penemuan tersebut berkaitan  dengan  apa
yang   diketahui   dan   tak  diketahuinya,  berkaitan  dengan
kedudukannya sebagai makhluk dan hubungan makhluk  ini  dengan
Tuhan, alam raya dan makhluk-makhluk sesamanya ..."
 
"Kepastian" yang dibutuhkan ilmuwan menyangkut hukum-hukum dan
tata kerja alam ini, tak dapat  diperolehnya  kecuali  melalui
keyakinan  tentang  ajaran  Bapak  monotheisme itu, karena apa
yang dapat menjamin kepastian tersebut jika sekali  Tuhan  ini
yang  mengaturnya  dan di lain kali tuhan itu? Dengan demikian
monoteisme Ibrahim as. bukan sekedar  hakikat  keagamaan  yang
besar,  tapi  sekaligus penunjang akal ilmiah manusia sehingga
lebih tepat, lebih  teliti  lagi,  lebih  meyakinkan.  Apalagi
Tuhan yang diperkenalkan Ibrahim as. bukan sekedar tuhan suku,
bangsa  atau  golongan  tertentu  manusia,  tapi  Tuhan   seru
sekalian  alam,  Tuhan  yang imanen sekaligus transenden, yang
dekat  dengan   manusia,   menyertai   mereka   semua   secara
keseluruhan  dan  orang per orang, sendirian atau ketika dalam
kelompok, pada saat diam atau bergerak, tidur atau jaga,  pada
saat  kehidupannya,  bahkan  sebelum dan sesudah kehidupan dan
kematiannya.  Bukannya  Tuhan   yang   sifat-sifat-Nya   hanya
monopoli  pengetahuan para pemuka agama, atau yang hanya dapat
dihubungi  mereka,  tapi  Tuhan  manusia   seluruhuya   secara
universal.
 
Ajaran   Ibrahim   as.   atau  "penemuan"  beliau  benar-benar
merupakan suatu lembaran baru dalam  sejarah  kepercayaan  dan
bagi  kemanusiaan,  walaupun  tauhid  bukan  sesuatu  yang tak
dikenal sebelum masa beliau,  demikian  pula  keadilan  Tuhan,
serta pengabdian pada yang hak dan transenden. Namun itu semua
sampai  masa  Ibrahim  bukan  merupakan  ajaran  kenabian  dan
risalah  seluruh umat manusia. Di Mesir 5.000 tahun lalu telah
dikumandangkan ajaran keesaan Tuhan,  serta  persamaan  antara
sesama  manusia,  tapi  itu  merupakan  dekrit dari singgasana
kekuasaan  yang  kemudian  dibatalkan  oleh  dekrit   penguasa
sesudahnya.
 
Ibrahim    datang   mengumandangkan   keadilan   Ilahi,   yang
mempersamakan semua manusia dihadapan-Nya, sehingga betapa pun
kuatnya  seseorang.  Ia  tetap  sama  di  hadapan Tuhan dengan
seseorang yang paling lemah sekali  pun,  karena  kekuatan  si
kuat  diperoleh  dari  pada-Nya,  sedangkan kelemahan si lemah
adalah atas hikmah kebijaksanaan-Nya. Dia dapat mencabut  atau
menganugerahkan  kekuatan  itu  pada  siapa saja sesuai dengan
sunnah-sunnah yang ditetapkan-Nya.
 
Ibrahim hadir di pentas kehidupan pada suatu masa persimpangan
menyangkut  pandangan  tentang manusia dan kemanusiaan, antara
kebolehan memberi sesajen  yang  dikorbankan  berupa  manusia,
atau  ketidakbolehannya  dengan  alasan  bahwa  manusia adalah
makhluk yang sangat mulia, melalui Ibrahim as. secara  amaliah
dan  tegas  larangan  tersebut dilakukan, bukan karena manusia
terlalu tinggi nilainya sehingga tak wajar  untuk  dikorbankan
atau  berkorban,  tapi  karena  Tuhan  Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.   Putranya   Ismail   diperintahkan   Tuhan   untuk
dikorbankan,  sebagai  pertanda bahwa apa pun --bila panggilan
telah tiba wajar untuk dikorbankan demi karena Allah.  Setelah
perintah  tersebut  dilaksanakan  sepenuh  hati  oleh ayah dan
anak, Tuhan  dengan  kekuasaan-Nya  menghalangi  penyembelihan
tersebut  dan  menggantikannya  dengan  domba sebagai pertanda
bahwa hanya karena kasih sayang-Nya pada manusia, maka praktek
pengorbanan semacam itu pun tak diperkenankan.
 
Ibrahim menemukan dan membina keyakinannya melalui pencaharian
dan pengalaman-pengalaman kerohanian yang dilaluinya  dan  hal
ini  secara  agamis  atau  Qur'ani  terbukti  bukan saja dalam
penemuannya  tentang  keesaan  Tuhan   seru   sekalian   alam,
sebagaimana diuraikan dalam QS. al-An'am 6:75, tapi juga dalam
keyakinan tentang hari kebangkitan. (Menarik  untuk  diketahui
bahwa  beliaulah  satu-satunya  Nabi  yang  disebut  al-Qur'an
meminta  pada  Tuhan  untuk  diperlihatkan  bagaimana  caranya
menghidupkan  yang  mati, dan permintaan beliau itu dikabulkan
Tuhan, lihat, QS. al-Baqarah 2:260).
 
Demikian  sebagian  kecil  dari  keistimewaan  Nabi   Ibrahim,
sehingga  wajar jika beliau dijadikan teladan seluruh manusia,
seperti   ditegaskan   al-Qur'an   surah   al-Baqarah   2:127.
Keteladanan  tersebut  antara  lain  diwujudkan  dalam  bentuk
ibadah haji dengan  berkunjung  ke  Makkah,  karena  beliaulah
bersama    putranya    Ismail    yang    membangun   (kembali)
fondasi-fondasi Ka'bah  (QS.  al-Baqarah  2:127),  dan  beliau
pulalah yang diperintahkan untuk mengumandangkan syari'at haji
(QS. al-Haj 22:27). Keteladanan yang diwujudkan  dalam  bentuk
ibadah  tersebut  dan yang praktek-praktek ritualnya berkaitan
dengan  peristiwa  yang  beliau  dan  keluarga   alami,   pada
hakikataya  merupakan  penegasan  kembali  dari  setiap jamaah
haji, tentang keterikatannya dengan prinsip-prinsip  keyakinan
yang dianut Ibrahim, yang intinya adalah,
 
 1. Pengakuan Keesaan Tuhan, serta penolakan terhadap segala
    macam dan bentuk kemusyrikan baik berupa patung-patung,
    bintang, bulan dan matahari bahkan segala sesuatu selain
    dari Allah swt.
 
 2. Keyakinan tentang adanya neraca keadilan Tuhan dalam
    kehidupan ini, yang puncaknya akan diperoleh setiap
    makhluk pada hari kebangkitan kelak.
 
 3. Keyakinan tentang kemanusiaan yang bersifat universal,
    tiada perbedaan dalam kemanusiaan seseorang dengan lainnya,
    betapa pun terdapat perbedaan antar mereka dalam hal-hal
    lainnya.
 
Ketiga  inti  ajaran   ini   tercermin   dengan   jelas   atau
dilambangkan  dalam  praktek-praktek ibadah haji ajaran Islam.
Tulisan  ini  akan  menitikberatkan  uraian  menyangkut  butir
ketiga,  walau  pun  disadari, keyakinan tentang keesaan Tuhan
dan ketundukan semua makhluk di bawah  pengawasan,  pengaturan
dan pemeliharaan-Nya, mengantar makhluk ini, khususnya manusia
menyadari bahwa mereka semua sama dalam ketundukan pada Tuhan,
manusia  dalam  pandangan al-Qur'an, sama dari segi ini dengan
makhluk-makhluk  lain,  karena  walau  pun  manusia   memiliki
kemampuan  menggunakan  makhluk-makhluk  lain, namun kemampuan
tersebut bukan bersumber dari dirinya, tapi akibat  penundukan
Tuhan dan karena itu ia tak dibenarkan berlaku sewenang-wenang
terhadapnya, tapi berkewajiban bersikap bersahabat dengannya.
 
Keyakinan akan keesaan  Tuhan  juga  mengantar  manusia  untuk
menyadari,  bahwa semua manusia dalam kedudukan yang sama dari
segi nilai kemanusiaan, karena  semua  mereka  diciptakan  dan
berada  di  bawah  kekuasaan  Allah  swt.  QS.  al-Hujurat  13
menunjukkan betapa erat kaitan antara keyakinan  akan  keesaan
Tuhan dengan persamaan nilai kemanusiaan.
 
Ibadah  haji  dikumandangkan  Ibrahim  as.  sekitar 3600 tahun
lalu. Sesudah masa  beliau,  praktek-prakteknya  sedikit  atau
banyak  telah  mengalami  perubahan, namun kemudian diluruskan
kembali oleh Muhammad saw. Salah satu hal yang diluruskan itu,
adalah  praktek  ritual  yang  bertentangan dengan penghayatan
nilai universal kemanusiaan haji. Al-Qur'an  Surah  al-Baqarah
2:199,  menegur  sekelompok  manusia (yang dikenal dengan nama
al-Hummas) yang merasa  diri  memiliki  keistimewaan  sehingga
enggan  bersatu  dengan  orang  banyak  dalam melakukan wuquf.
Mereka wukuf di Mudzdalifah sedang  orang  banyak  di  Arafah.
Pemisahan  diri  yang  dilatarbelakangi  perasaan superioritas
dicegah oleh al-Qur'an  dan  turunlah  ayat  tersebut  diatas.
"Bertolaklah  kamu  dari tempat bertolaknya orang-orang banyak
dan  mohonlah  ampun  kepada  Allah  sesungguhnya  Allah  Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."
 
Tak jelas apakah praktek bergandengan tangan saat melaksanakan
thawaf pada awal periode sejarah Islam, bersumber dari  ajaran
Ibrahim   dalam   rangka   mempererat  persaudaraan  dan  rasa
persamaan. Namun yang pasti  Nabi  saw  membatalkannya,  bukan
dengan tujuan membatalkan persaudaraan dan persamaan itu, tapi
karena alasan-alasan praktis pelaksanaan thawaf.
 
Salah satu bukti yang jelas tentang  keterkaitan  ibadah  haji
dengan  nilai-nilai  kemanusiaan  adalah  isi khutbah Nabi saw
pada haji wada' (haji  perpisahan)  yang  intinya  menekankan:
Persamaan;  keharusan  memelihara  jiwa,  harta dan kehormatan
orang lain; dan larangan melakukan penindasan  atau  pemerasan
terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun fisik.
 
Pengamalan Nilai-nilai Kemanusiaan Universal
 
Makna  kemanusiaan  dan  pengalaman  nilai-nilainya  tak hanya
terbatas pada persamaan nilai antar perseorangan  dengan  yang
lain, tapi mengandung makna yang jauh lebih dalam dari sekedar
persamaan tersebut. Ia mencakup seperangkat nilai-nilai  luhur
yang   seharusnya  menghiasi  jiwa  pemiliknya.  Bermula  dari
kesadaran  akan  fitrah  atau  jati  dirinya  serta  keharusan
menyesuaikan  diri dengan tujuan kehadiran di pentas bumi ini.
Kemanusiaan mengantar putra-putri  Adam  menyadari  arah  yang
dituju  serta  perjuangan  mencapainya. Kemanusiaan menjadikan
makhluk  ini  memiliki  moral  serta   berkemampuan   memimpin
makhluk-makhluk  lain  mencapai tujuan penciptaan. Kemanusiaan
mengantarnya menyadari bahwa ia  adalah  makhluk  dwi  dimensi
yang harus melanjutkan evolusinya hingga mencapai titik akhir.
Kemanusiaan mengantarnya sadar bahwa ia adalah makhluk  sosial
yang  tak  dapat  hidup  sendirian  dan harus bertenggang rasa
dalam berinteraksi.
 
Makna-makna tersebut  dipraktekkan  dalam  pelaksanaan  ibadah
haji,  dalam  acara-acara  ritual,  atau  dalam  tuntunan  non
ritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangan, dalam  bentuk
nyata  atau  simbolik  dan  kesemuanya pada akhirnya mengantar
jemaah haji hidup dengan pengamalan dan pengalaman kemanusiaan
universal. Berikut ini dikemukakan secara sepintas beberapa di
antaranya.
 
Pertama, ibadah haji dimulai dengan niat  sambil  menanggalkan
pakaian   biasa   dan  mengenakan  pakaian  ihram.  Tak  dapat
disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya dan juga  menurut
al-Qur'an  berfungsi  sebagai  pembeda  antara  seseorang atau
sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat  mengantar
kepada  perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian
juga dapat memberi pengaruh  psikologis  pada  pemakainya.  Di
Miqat  Makany  di  tempat  dimana  ritual ibadah haji dimulai,
perbedaan dan pembedaan  tersebut  harus  ditanggalkan.  Semua
harus  memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis
dari pakaian harus ditanggalkan,  hingga  semua  merasa  dalam
satu  kesatuan  dan  persamaan.  "Di Miqat ini ada pun ras dan
sukumu lepaskan semua pakaian yang engkau kenakan  sehari-hari
sebagai serigala (yang melambangkan kekejaman dan penindasan),
tikus (yang melambangkan kelicikan), anjing (yang melambangkan
tipu   daya),  atau  domba  (yang  melambangkan  penghambaan).
Tinggalkan semua itu di Miqat dan berperanlah sebagai  manusia
yang sesungguhnya. [2]
 
Di   Miqat   dengan  mengenakan  dua  helai  pakaian  berwarna
putih-putih, sebagaimana yang akan membalut tubuhnya ketika ia
mengakhiri   perjalanan  hidup  di  dunia  ini,  seorang  yang
melaksanakan ibadah  haji  akan  atau  seharusnya  dipengaruhi
jiwanya  oleh  pakaian  ini. Seharusnya ia merasakan kelemahan
dan  keterbatasannya,  serta  pertanggungjawaban   yang   akan
ditunaikannya  kelak  di  hadapan  Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang
disisi-Nya tiada perbedaan antara seseorang dengan yang  lain,
kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.
 
Kedua,   dengan  dikenakannya  pakaian  ihram,  maka  sejumlah
larangan harus diindahkan oleh  pelaku  ibadah  haji.  Seperti
jangan menyakiti binatang, jangan membunuh, jangan menumpahkan
darah, jangan  mencabut  pepohonan.  Mengapa?  Karena  manusia
berfungsi memelihara makhluk-makhluk Tuhan itu, dan memberinya
kesempatan  seluas  mungkin  mencapai  tujuan   penciptaannya.
Dilarang  juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu atau kawin,
dan berhias supaya setiap haji menyadari bahwa  manusia  bukan
hanya  materi  semata-mata  bukan  pula  birahi.  Hiasan  yang
dinilai Tuhan adalah hiasan rohani. Dilarang pula  menggunting
rambut,  kuku, supaya masing-masing menyadari jati dirinya dan
menghadap pada Tuhan sebagaimana apa adanya.
 
Ketiga, Ka'bah yang dikunjungi mengandung pelajaran yang  amat
berharga  dari  segi  kemanusiaan.  Di  sana misalnya ada Hijr
Ismail yang arti harfiahnya pangkuan Ismail. Di sanalah Ismail
putra  Ibrahim,  pembangun  Ka'bah  ini  pernah  berada  dalan
pangkuan Ibunya yang  bernama  Hajar,  seorang  wanita  hitam,
miskin  bahkan budak, yang konon kuburannya pun di tempat itu,
namun demikian budak wanita ini ditempatkan Tuhan di sana atau
peninggalannya diabadikan Tuhan, untuk menjadi pelajaran bahwa
Allah swt  memberi  kedudukan  untuk  seseorang  bukan  karena
keturunan  atau  status  sosialnya,  tapi  karena kedekatannya
kepada  Allah  swt  dan  usahanya  untuk  menjadi  hajar  atau
berhijrah dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan
menuju peradaban.
 
Keempat, setelah  selesai  melakukan  thawaf  yang  menjadikan
pelakunya  larut  dan  berbaur  bersama  manusia-manusia lain,
serta memberi kesan kebersamaan menuju satu tujuan  yang  sama
yakni  berada dalam lingkungan Allah swt dilakukanlah sa'i. Di
sini  muncul  lagi  Hajar,   budak   wanita   bersahaja   yang
diperistrikan  Nabi  Ibrahim  itu,  diperagakan  pengalamannya
mencari  air  untuk  putranya.  Keyakinan  wanita   ini   akan
kebesaran  dan  kemahakuasaan Allah sedemikian kokoh, terbukti
jauh sebelum peristiwa pencaharian  ini,  ketika  ia  bersedia
ditinggal  (Ibrahim)  bersama  anaknya  di  suatu  lembah yang
tandus,  keyakinannya  yang  begitu  dalam  tak  menjadikannya
samasekali  berpangku  tangan  menunggu  turunnya  hujan  dari
langit,   tapi   ia   berusaha   dan   berusaha   berkali-kali
mondar-mandir  demi  mencari kehidupan. Hajar memulai usahanya
dari bukit Shafa yang arti  harfiahnya  adalah  "kesucian  dan
ketegaran"  [3]  --sebagai  lambang  bahwa  mencapai kehidupan
harus  dengan  usaha  yang   dimulai   dengan   kesucian   dan
ketegaran--   dan  berakhir  di  Marwah  yang  berarti  "ideal
manusia, sikap menghargai, bermurah hati dan  memaafkan  orang
lain" [4].
 
Adakah  makna  yang  lebih  agung  berkaitan dengan pengamalan
kemanusiaan   dalam   mencari   kehidupan   duniawi   melebihi
makna-makna   yang   digambarkan   di   atas?   Kalau   thawaf
menggambarkan larutnya dan meleburnya  manusia  dalam  hadirat
Ilahi,  atau  dalam  istilah  kaum sufi al-fana' fi Allah maka
sai' menggambarkan usaha  manusia  mencari  hidup  --yang  ini
dilakukan  begitu  selesai  thawaf--  yang  melambangkan bahwa
kehidupan dunia  dan  akhirat  merupakan  suatu  kesatuan  dan
keterpaduan.  Maka  dengan  thawaf  disadarilah  tujuan  hidup
manusia.   Setengah   kesadaran   itu   dimulai   sa'i    yang
menggambarkan,   tugas   manusia  adalah  berupaya  semaksimal
mungkin.  Hasil  usaha  pasti  akan  diperoleh  baik   melalui
usahanya  maupun  melalui anugerah Tuhan, seperti yang dialami
Hajar bersama putranya Ismail dengan ditemukannya  air  Zamzam
itu.
 
Kelima,  di  Arafah, padang yang luas lagi gersang itu seluruh
jamaah  wuquf  (berhenti)  sampai  terbenamnya  matahari.   Di
sanalah   mereka  seharusnya  menemukan  ma'rifat  pengetahuan
sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya,  serta
di  sana  pula  ia  menyadari  langkah-langkahnya  selama ini,
sebagaimana ia menyadari pula betapa  besar  dan  agung  Tuhan
yang   kepadaNya   bersimpuh   seluruh   makhluk,  sebagaimana
diperagakan    secara    miniatur    di    padang    tersebut.
Kesadaran-kesadaran  itulah  yang  mengantarkannya  di  padang
'arafah  untuk  menjadi  'arif  atau  sadar  dan   mengetahui.
Kearifan  apabila  telah  menghias  seseorang, maka Anda akan,
menurut Ibnu  Sina,  "Selalu  gembira,  senyum,  betapa  tidak
senang  hatinya  telah  gembira  sejak ia mengenal-Nya, ... di
mana-mana ia melihat satu saja, ...  melihat  Yang  Maha  Suci
itu,  semua  makhluk  di  pandangnya sama (karena memang semua
sama, ... sama membutuhkan-Nya). Ia tak akan mengintip-ngintip
kelemahan  atau  mencari-cari  kesalahan  orang, ia tidak akan
cepat tersinggung walau melihat yang mungkar sekalipun  karena
jiwanya selalu diliputi rahmat dan kasih sayang.
 
Keenam,  dari  Arafah  para jamaah ke Mudzdalifah mengumpulkan
senjata  menghadapi  musuh   utama   yaitu   setan,   kemudian
melanjutkan perjalanan ke Mina dan di sanalah para Jamaah haji
melampiaskan  kebencian  dan  kemarahan  mereka  masing-masing
terhadap   musuh  yang  selama  ini  menjadi  penyebab  segala
kegetiran yang dialaminya.
 
Demikianlah ibadah haji merupakan kumpulan simbol-simbol  yang
sangat  indah,  apabila dihayati dan diamalkan secara baik dan
benar, maka pasti akan  mengantarkan  setiap  pelakunya  dalam
lingkungan  kemanusiaan  yang  benar  sebagaimana  dikehendaki
Allah.
 
CATATAN
 
 1. Lihat Abbas Mahmud al-Aqqad dalam Al-'Aqaid Wa al-mazahib,
    Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut 1978, h. 12-15.
 
 2. Lihat lebih jauh Ali Syariati dalam Haji, penterjemah Anas
    Mahyuddin, Pustaka Bandung, 1983, h. 12.
 
 3. Lihat al-Qurthuby dalam Tafsirnya al-jami'li Ahkam
    al-Qur'an, Dar al-Kitab al-Arabi, Cairo 1967, Jilid 11, h.
    180.
 
 4. Lihat Abdul Halim Mahmud, Al-tafkir al-falsafi fi 'l-Islam,
    Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut, 1982. h. 430.
 
--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

0 komentar:

ZAKAT

ZAKAT KONSEP HARTA YANG BERSIH
 
Oleh Masdar F. Mas'udi
 
Bicara  soal  zakat  dikaitkan  dengan  pemerataan  ada  kesan
memaksakan diri, mangada-ada!. Tapi, anehnya orang tak kunjung
kapok menjadikannya sebagai  tema.  Seolah-olah  yang  penting
bukan  kesepadanan konsep zakat dengan pemerataan. Tapi adanya
kekuatan ghaib, magic, yang tersimpan dalam kata-kata  "zakat"
itu  sendiri.  Ibarat  figur, kata-kata zakat diyakini sebagai
tokoh imam mahdi atau ratu adil yang meski  pun  sangat  sulit
orang  mencernanya,  tapi dalam hati tetap bercokol keyakinan,
suatu saat nanti, lambat atau cepat, kehebatan dan mukjizatnya
diperlihatkan juga.
 
Sesungguhnyalah,  mengkaitkan soal pemerataan, bahkan keadilan
sekaligus, dengan konsep zakat bukan merupakan  hal  yang  tak
masuk akal. Bahkan mengkaitkannya dengan rukun Islam yang lain
(syahadat, shalat, puasa, juga haji) bukan  merupakan  perkara
mustahil.  Misalnya  karena  kekhusyukannya  dalam  menunaikan
shalat,  seseorang  yang   kebetulan   kaya   raya   tiba-tiba
terpanggil  menginfakkan  seluruh  hartanya  untuk  menghidupi
orang-orang miskin, orang  ini  terbuka  tabir  kerohaniannya.
Tanpa  diduga-duga  orang  ini  tiba-tiba tersadarkan bahwa di
alam dunia ini, seseorang boleh tak punya apa-apa, atau  hanya
pas-pasan  saja,  yang  penting adalah keterpautan hati secara
terus menerus  untuk  menyebut  nama-nama  Nya.  Ajaib!  Tapi,
bagaimanapun hal ini memang tak mustahil.
 
Masalahnya,  dengan  segala  ajarannya, Islam bukanlah sejenis
halte tempat orang menunggu dengan  kepasifan,  di  mana  akan
munculnya  momen-momen  ajaib  yang  lahir  atas campur tangan
langsung Tuhan  seperti  digambarkan  di  atas.  Karena  Islam
datang  sebagai  petunjuk  untuk  manusia  dan diterapkan oleh
manusia dalam  kapasitas  kodratinya  yang  wajar-wajar  saja.
Yakni  manusia  sebagai  makhluk  Tuhan  yang  memiliki segala
kemungkinan dan potensi kebaikan  maupun  keburukan,  kekuatan
maupun  kelemahan.  Manusia  yang  bisa salah bisa benar, bisa
baik bisa  jahat,  bisa  meng-iblis  tapi  juga  bisa  menjadi
laiknya  malaikat.  Sementara  untuk  manusia yang luar biasa,
manusia  yang  dengan  hak  prerogatif  Tuhan  hanya  memiliki
kemungkinan  baik,  atau  hanya memiliki potensi buruk --kalau
saja yang demikian itu ada dalam kenyataan Islam--  Islam  tak
punya urusan.
 
Sebagai agama yang datang untuk kehidupan manusia dalam ukuran
yang normal atau yang  wajar,  Islam  tak  saja  harus  ma'qul
(sensible),  tapi  sekaligus  juga ma'mul (applicable). Ma'qul
artinya bisa dicerna logika penalaran, sedang  ma'mul  artinya
bisa  dicerna logika kesejarahan. Logika pemikiran hadir dalam
ujud rnaqal yang bersifat teoritis, logika  kesejarahan  hadir
dalam  ujud  hal  yang bersifat empirik. Berbeda dengan logika
teoritis yang bersifat abstrak dan subyektif,  logika  empiris
bersifat konkrit dan obyektif. Suatu ajaran untuk bisa disebut
ma'mul, harus bisa dijabarkan dalam kerangka kerja sistem yang
bisa  dirancang,  dikontrol dan bisa diukur. Ini berarti bahwa
yang ma'qul  belum  tentu  matmul,  tapi  yang  ma'mul  secara
implisit haruslah ma'qul.
 
Kembali  pada  pokok  soal,  tentang  "pemerataaan" atau lebih
mendasar  lagi  soal  "keadilan  sosial,"  orang   bisa   saja
mengatakan  bahwa  semua  rukun  Islam  yang lima cukup ma'qul
untuk  memecahkannya.  Tapi  dari  semua  yang   ma'qul   itu,
satu-satunya  yang  sekaligus ma'mul adalah rukun yang ketiga,
yakni zakat.  Karena  seperti  halnya  tema  pemerataan,  atau
keadilan   sosial,   yang   titik   berangkatnya  adalah  pada
pemerataan akses sumber daya materi, zakat adalah satu-satunya
rukun  Islam  yang  berkaitan langsung dengan persoalan materi
itu. Benar bahwa haji pun bersentuhan dengan soal materi, tapi
hanya sebagai sarana yang tetap ada di luar zat-Nya.
 
Lebih  dari  sekedar  meletakkan  soal  penguasaan sumber daya
materi sebagai subyeknya, zakat --berbeda dengan haji-- bahkan
meletakkannya  sebagai  sesuatu  yang  harus diatur sedemikian
rupa agar kemungkinannya untuk menumpuk  hanya  pada  kalangan
tertentu    (aghniya)    bisa    dihindarkan,   atau   ditekan
serendah-rendahnya. Sasarannya bukan agar semua orang memiliki
bagian  secara sama rata, rata sedikitnya atau banyaknya. Tapi
agar tak terjadi suasana  ketimpangan,  dimana  sebagian  yang
lain  hampir-hampir  tak  memiliki  sama sekali. Sebab bermula
dari ketimpangan dalam hal materi  (ekonomi),  ketimpangan  di
bidang yang lain (politik dan budaya) hampir pasti selalu saja
membuntuti.
 
Maka  konsep  dasar  zakat  sebagai   mekanisme   redistribusi
kekayaan  (materi) adalah pengalihan sebagian aset materi yang
dimiliki  kalangan  kaya  (yang  memiliki  lebih   dari   yang
diperlukan)  untuk  kemudian  didistribusikan pada mereka yang
tak  punya  (fakir  miskin  dan  sejenisnya)  dan  kepentingan
bersama.  Seyogyanyalah  pengalihan  itu dilaksanakan kalangan
berada atas kesadaran  mereka  sendiri.  Tapi  karena  manusia
mengidap  nafsu "cinta harta" (hub-u 'l-dunya), maka kehadiran
lembaga  yang  memiliki  kewenangan  memaksa  untuk  melakukan
pengalihan  itu  pun menjadi tak terelakkan. Lembaga itu, yang
dalam realitas  sosiologis  memuncak  pada  apa  yang  dikenal
dengan  negara  (state),  dari  sudut  moral  memang merupakan
anomali. Tapi lembaga  anomali  tersebut  perlu  justru  untuk
menjadi  penawar bagi anomali lain yang ada pada diri manusia,
yakni nafsu gila harta (keduniaan) tadi.
 
Tapi disinilah persoalannya, lembaga negara yang secara  moral
hanya  bisa  dijustified  sepanjang  berfungsi  sebagai  racun
penawar terhadap kerakusan duniawi  masyarakat  manusia  (yang
kuat),  dalam  sejarahnya  justru  cenderung  memainkan  peran
terbalik. Ia dengan segala perangkat lunaknya (seperti  sistem
hukum  dan  perundang-undangan)  maupun  yang  keras  (seperti
satelit pengintai dan  senjata  rudalnya)  seringkali  menjadi
alat  bagi  kepentingan  "penyakit  keduniaan" yang seharusnya
dinetralisir oleh keberadaannya. Maka bisa dimengerti  apabila
pernah  muncul  suatu  obsesi  dalam sejarah pemikiran manusia
yang mengimpikan suatu zaman dimana apa yang  disebut  lembaga
negara  itu tak usah ada lagi. Ajaran Nabi Isa secara implisit
ingin sekali mengingkari keberadaannya. Juga ajaran Karl Marx,
18  abad  kemudian secara eksplisit mengidealkan kepunahannya.
Zaman idaman baginya adalah zaman ketika lembaga negara  telah
lenyap berikut seluruh akar-akarnya.
 
Syahdan, dalam sejarah politik kenegaraan modern, konsep pajak
sedikit banyak sudah mulai diberi fungsi redistribusi kekayaan
seperti  tersebut  di  atas. Bahkan dengan tarif begitu tinggi
yang  disebut  dengan  pajak  progresif.  Tapi   persoalannya,
setelah  pajak  yang  tinggi itu ditarik dari masyarakat wajib
pajak, apakah memang kemudian  ditasarufkan  untuk  mengangkat
kehidupan  mereka  yang tak punya dan untuk kemaslahatan semua
pihak? Inilah persoalan dasar, siapa  yang  sebenarnya  paling
diuntungkan  oleh pranata pajak yang ditangani lembaga negara,
atau oleh hampir semua negara di atas bumi ini?
 
Pertanyaan tersebut mengena bukan saja terhadap lembaga negara
yang  dikelola  secara  otoriter,  atau semi otoriter, seperti
yang terjadi di banyak bumi belahan Timur, tapi juga  terhadap
negara-negara  lain  yang  mengaku berjalan secara demokratis,
seperti Amerika dan negara-negara  Barat.  Memang  lebih  gila
lagi, secara lahir batin, adalah negara-negara monarki absolut
zaman  dulu.  Apabila  negara  di  zaman  modern  sudah  mulai
melibatkan  rakyat  melalui  wakil-wakilnya  dalam  menentukan
penggunaan uang pajaknya melalui undang-undang, negara monarki
absolut   memandang   kewenangan   pengalokasian   uang  pajak
(upeti/tax) sepenuhnya di tangan sang raja saja.
 
Tapi ya itu tadi, dengan  peranan  lembaga  perwakilan  rakyat
dalam  tata kenegaraan modern belum menjadi jaminan bahwa uang
pajak akan ditasarufkan dengan prioritas utama bagi pembebasan
rakyat  lemah.  Dimulai  dari  pembebasan  di  bidang ekonomi,
kemudian menyusul  bidang-bidang  kehidupan  lain  yang  lebih
sublim,   politik  dan  budaya.  Penjelasannya  sederhana,  di
negara-negara Timur  yang  paternalistik,  keberadaan  lembaga
perwakilan  rakyat  umumnya  hanya merupakan permainan politik
kalangan elite penguasa. Lembaga  Perwakilan  Rakyat  hanyalah
sekedar  "nama  dan  proforma".  Kesadaran dan perilaku mereka
tetaplah  untuk  mengelabui  rakyat  bagi   kepentingan   para
penguasa  yang  mengatur keberadaan mereka. Lembaga Perwakilan
Rakyat  di  negara-negara  Timur  yang   paternalistik,   pada
hakekatnya adalah lembaga Perwakilan Penguasa.
 
Di negara-negara Barat yang liberal-kapitalistik, independensi
lembaga perwakilan rakyat dengan  penguasa  (baca:  eksekutif)
memang  cukup  kuat.  Tapi  hal itu tetap bukan (belum?) dalam
rangka penegakkan kontrol atas lembaga negara bagi kepentingan
rakyat; lebih-lebih rakyat pada lapisannya yang paling jelata.
Berbeda dengan di Timur, di Barat negara memang sudah tak lagi
sepenuhuya  milik  penguasa  (kaum bangsawan, aristokrat, baik
secara keturunan maupun SK jabatan  seperti  di  Timur).  Tapi
juga  belum  berarti  telah  kembali pada pemiliknya yang sah,
yaitu rakyat keseluruhan yang  dimulai  dari  lapisannya  yang
paling  jelata.  Di  Barat  negara dengan seluruh soko gurunya
(eksekutif, legislatif  maupun  judikatif),  sudah  berada  di
tangan  rakyat,  tapi  baru  yang  ada di lapisan menengah dan
terutama lapisan atas. Mereka yang ada di lapisan bawah,  yang
justru  merupakan pemilik utama sebutan "rakyat" kapan saja ia
diucapkan, masih jauh dari dapat disebut memiliki negara.
 
Hal tersebut  dapat  dilihat  dengan  jelas,  misalnya,  dalam
alokasi  penggunaan  dana pajak dalam APBN mereka. Bagian yang
paling besar dari dana itu diperuntukkan untuk melindungi atau
melayani  kepentingan  kelas  menengah ke atas. Apakah melalui
sektor pertahanan dalam pengertian yang luas dengan dalih demi
kepentingan  nasional  mereka, atau melalui sektor pembangunan
sarana-sarana mana yang diperuntukkan utamanya  bagi  kalangan
masyarakat  kelas  menengah  ke  atas. Berapa anggaran belanja
yang  diperuntukkan  bagi  pembebasan  rakyat  (jelata),  sama
sekali  tak  berarti. Bahwa di negara-negara Eropa dan Amerika
yang pendapatan  perkapitanya  telah  mencapai  angka  8  ribu
sampai  11 ribu dollar pertahun masih banyak warga negara yang
tuna wisma (homeless) adalah bukti  yang  sangat  cukup  bahwa
rakyat  jelata di sana memang belum bisa disebut ikut memiliki
negara.
 
Memang ada drama yang  menarik,  dan  bisa  mengelabui  banyak
orang,  seolah negara-negara liberal kapitalis Barat itu telah
menempatkan dirinya di bawah kepentingan rakyat  sejati,  kaum
lemah  dan  melarat.  Drama  itu  pementasannya  di masyarakat
bangsa negara-negara Timur  yang  umumnya  miskin  dan  lemah.
Setiap  kali  bencana  dan musibah terjadi di masyarakat dunia
Timur, negara-negara Barat segera menunjukkan  kedermawanannya
(charity).  Lebih  dari  itu, apabila negara-negara Timur yang
miskin  itu  memerlukan   perbaikan   ekonomi,   mereka   siap
menawarkan  bantuannya.  Baik yang berupa hibah (grant) maupun
yang berupa pinjaman (loan).
 
Akibat permainan drama kolosal ini, banyak  orang  terhegemoni
untuk  meyakini  bahwa  Barat  memang  teladan  dunia;  sistem
kenegaraan/pemerintahan   yang   liberal-kapitalistik   memang
merupakan  pilihan sejarah terbaik dan terakhir. Padahal, jika
dilihat sedikit lebih kritis, akan  segera  tampak  pada  kita
bahwa  apa  yang  diperbuat  negara-negara Barat tetaplah demi
kepentingan mereka sendiri, sama sekali bukan demi kepentingan
rakyat  dan bangsa negara-negara Timur. Dan kepentingan mereka
(negara-negara  Barat),  seperti  disebutkan  di  atas  adalah
kepentingan  kelompok  yang  mengontrol  roda  kenegaraan atau
pemerintahan, yakni kelompok orang-orang yang  secara  politik
mengendalikan  jalannya  pemerintahan itu sendiri dan kalangan
para kaya kapitalis, selaku cukongnya.
 
Sampai titik ini  sebenarnya  telah  jelas  bagi  kita  bahwa,
sekurang-kurangnya  dalam tingkat verbal, ide dasar dari zakat
bukan sesuatu yang sama sekali asing dalam struktur  pemikiran
kenegaraan,  lebih-lebih  kenegaraan  modern.  Dengan  pranata
pajaknya ide zakat (bahwa yang kuat  harus  menanggung  beban)
sudah  banyak  dilaksanakan  oleh hampir semua negara di jaman
ini, bahkan dalam tarif yang begitu tinggi. Hanya  masalahnya,
bahwa  beban  yang  ditimpakan kepada mereka yang punya, yakni
beban pajak, ternyata  digelapkan  oleh  negara  sehingga  tak
sampai  ke  alamat  (mustahiq) yang semestinya. Di dunia Timur
yang feodalistik, dana pajak yang dikenakan  atas  orang-orang
kaya   dibelokkan   pentasarufannya   untuk  kepentingan  para
penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Sementara di Barat
yang   liberal-kapitalistik,   dana   pajak   yang  semestinya
diprioritaskan pentasarufannya untuk  memperkuat  yang  lemah,
diputarkan kembali untuk melipat gandakan kekuatan mereka yang
sudah kuat, yakni kaum kapitalis dan  tentu  saja  para  elite
politik sebagai pengawal kepentingan-kepentingannya.
 
Dengan  kata  lain  persoalan  pokok  dalam topik redistribusi
kekayaan  (asset)  untuk  pemerataan,  dan  kemudian  keadilan
sosial  dalam  tatarannya  yang  lebih  luas, agaknya tak lagi
terutama terletak pada kalangan kaya. Memang di sana bukan tak
ada   masalah   sama  sekali.  Nafsu  kerakusan  mereka  untuk
mengakumulasikan kekayaan lebih banyak dan lebih banyak  lagi,
jelas   merupakan   persoalan   yang  tetap  serius  bagi  ide
pemerataan dan keadilan. Tapi fakta bahwa  dalam  kerakusannya
mereka bisa diikat komitmennya untuk menyisihkan sebagian dari
kekayaannya (berupa pajak) adalah bukti bahwa persoalan  pokok
tak lagi sepenuhnya di tangan mereka. Persoalan pokok itu kini
jelas terutama ada  di  pihak  apa  yang  kita  sebut  lembaga
negara.   Karena   dia   (lembaga   negara)-lah  yang  berbuat
selingkuh. So, what?!
 
Menuruti obsesi Marx bahwa  lembaga  negara  mesti  dienyahkan
atau  pengingkaran  Isa  as. terhadap lembaga itu rasa-rasanya
tak realistik. Negara, apalagi  dalam  pengertian  yang  lebih
luas   sebagai   lembaga  permufakatan  kolektif,  betapa  pun
konyolnya  tidaklah  mungkin  dihindari.  Mengingkari  lembaga
negara untuk semangat (ruh) kolektivitas manusia hukumnya sama
belaka  dengan  mengingkari  badan  bagi  ruh   individualitas
manusia.  Seperti  halnya  badan (kecil), negara sebagai badan
besar pun mengidap  nafsu-nafsu  (interests)  negatif  duniawi
yang   selalu   cenderung   memperalat  dirinya.  Tapi  dengan
bercokolnya  nafsu-nafsu  itu  pada  badan,  tak  seorang  pun
--kecuali  langka,  kalau  pun  ada--  yang pernah menyarankan
jalan  keluar  agar  badan  itu  dimusnahkan   saja   daripada
diperalat  oleh  nafsu-nafsu negatif yang melekat padanya Yang
paling  sehat  dan  fitri  (Islami)  tentulah  pendirian  yang
mengatakan,  "Biarlah  badan  itu  tetap ada dan tumbuh dengan
kewajarannya. Tapi dengan pengawasan atau kontrol  yang  terus
menerus  jangan  sampai  jatuh  dan diperalat oleh nafsu-nafsu
jahat yang mengitarinya."
 
Demikianlah Muhammad Rasulullah sebagai teladan  umat  manusia
tak  perlu  menyatakan  penolakan  terhadap keberadaan lembaga
negara. Bahkan  beliau  sendiri  dengan  komunitasnya,  dengan
sadar  telah  membangun  lembaga  itu.  Tapi  inilah kuncinya,
lembaga kenegaraan itu beliau bangun dengan kewaspadaan penuh,
dengan  meyakinkan  masyarakat  akan pentingnya kontrol sosial
(amar  ma'ruf  nahi  munkar)  secara   terus   menerus,   agar
keberadaan  lembaga  negara itu tetap sebagai alat, bukan bagi
kepentingan  penguasa  atau  kalangan  kaya,  melainkan   bagi
kepentingan  seluruh  rakyat  yang ada dalam otoritasnya. Dari
sudut  konsepsi  zakat,  kedudukan   negara   atau   kekuasaan
pemerintahan  adalah  amil  yang  harus  melayani  kepentingan
segenap rakyat, dengan membebaskan kemaslahatan (keadilan  dan
kesejahteraan) bagi semuanya.
 
Memang  untuk  menegakkan  keadilan  sosial dalam semangat dan
kerangka  zakat,  ada  pekerjaan   rumah   (PR)   yang   harus
diselesaikan  lebih dahulu. Konsepsi tentang ajaran zakat (dan
pada akhirnya tentang bangunan fiqh secara  keseluruhan)  yang
sudah  terlanjur  mendogma  di kalangan umat selama lebih dari
sepuluh  abad,  harus   ditransformasikan   terlebih   dahulu.
Pekerjaan  ini berat dan memakan waktu. Sebagian orang mungkin
merasa lebih aman dalam dekapan  dogma  lama  ketimbang  harus
berspekulasi  dengan  pamahaman ajaran yang "baru." Tapi tanpa
keberanian moral dan  intelektual  untuk  melakukan  perubahan
itu,  maka  pengkaitan  ajaran  Zakat  dengan cita pemerataan,
apalagi keadilan, tak lebih hanyalah mitos belaka.
 
--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

0 komentar: